Rindu.
Sangat lucu. Sungguh lucu diriku ini. Bagaimana mungkin
aku tidak mampu bertahan hingga challenge
yang aku dan dia sepakati ini berakhir. Bagaimana mungkin aku menyerah
dalam 2 hari semenjak challenge itu
dimulai. Yah mau bagaimana lagi? Satu hal yang menjadi kelemahan seorang wanita
adalah hatinya.
Ya. Memang benar, pada awalnya hati wanita akan sangat
rumit dimengerti. Namun, akan sangat mudah ditaklukkan, dimenangkan, direbut. Meski
dalam proses dan waktu yang lama. Ah, lagi-lagi masalah rindu sangat mudah
melemahkan hati yang ku miliki. Itu adalah hal sensitif, tak dapat dijelaskan,
tak boleh didebat, dan tak mungkin ditolak. Kau boleh katakan aku tergolong
dalam wanita baperan. Tapi hey! Ingatkah
kau ketika pertama kali menyukai hingga mencintai seseorang? Berawal darimanakah?
Tentu dari mata, ucapan, dan perbuatan. Lalu apa bedanya dengan aku ?
Aku sangat merindukan tatapannya. Tak hanya itu, aku
sangat menyukai waktu-waktu kita terjebak dalam tatapan masing-masing. Tentu jika
hal itu dapat diulang kembali pada waktu ini, maka aku akan sangat menghargai
waktu ini. Aku tidak akan menyia-nyiakan apapun bersamamu. Matamu sungguh
menenangkan. Aku bahkan candu untuk selalu menatapmu, tepat di dalam. Melalui dua
bola mata nan indah. Saat itu, percayalah aku jatuh hati lagi dan lagi
kepadamu. Ingin rasanya dalam setiap lelap hingga sadarku, matamu yang pertama
kali ku tatap. Ingin rasanya ku hentikan waktu, diputar ulang. Terus-menerus. Hingga
waktu tak terbatas. Haha. Sungguh egois? Biarlah. Aku sudah tidak peduli lagi
apapun jika berada di dekatmu.
Lebih dari tatapan, aku sangat menyukai obrolan kita. Entah
pagi hingga pagi kembali. Rasanya 24 jam dalam sehari masih kurang. Perlu 100
atau bahkan 1.000 jam saja dalam sehari. Agar aku bisa menikmati setiap kata
yang kau ucap. Menyimak setiap kali kau bercerita. Selalu antusias dengan
apapun yang kau ucapkan. Selalu penasaran dengan kisah-kisah berikutnya. Selalu
senang disaat kau mulai menasehatiku. Karena itu berarti kau mulai
memperhatikanku. Mulai mengkhawatirkanku. Dan aku selalu suka ketika menjajdi
objek hati dan pikiranmu.
Jika kau ingat pernah mengusap kepalaku, sungguh itu
adalah hal yang membuatku merasa waktu seolah berhenti. Rasanya detik-detik
itu, kau mengungkapkan rasa sayang yang tak sempat terucap. Mengalir melalui
usapan lembutmu. Aku merasakan menemukan kembali seorang ayah dalam sosokmu. Bukannya
aku menganggapmu sebagai ayah, tapi aku mengibaratkan dirimu ayah karena aku
merasa selalu dilindungi olehmu. Melalui genggaman juga, tak sedikitpun ada
rasa takut dan pesimis tertinggal dalam hatiku. Melainkan yakin. Entah yakin
pada apa. Hanya saja aku selalu yakin jika sudah bersamamu. Yakin dengan setiap
langkah yang ku pilih. Yakin dengan pijakan yang aku ambil. Yakin dengan
keputusan yang telah aku tandai. Yakin dengan masa depan yang selalu ku harap
dengan doa-doa.
Komentar
Posting Komentar