Firasat ? (2)


Ini sudah kali ketiga perasaan itu membelenggu hati. Menguasai perasaan yang kadang hingga merebut emosi. Ada suatu perasaan aneh yang membuat diri ini tidak ‘bebas’.

Hey kamu. Gimana kabarmu? Jarak ini sungguh nyata terlihat ketika kamu menghilang. Meski dalam hal ini aku mengetahui jika sibukmu menguasai penuh dirimu. Ah, aku sungguh iri dengan waktu. Yang selalu menemani pagi dan malammu. Aku iri dengan udara, yang selalu memberimu nafas. Aku begitu cemburu dengan matahari yang selalu menghangatkan dinginmu. Pun dengan senja yang mengindahkan hari-harimu.

Aku pernah merasakan hal ini sebelumnya. Namun, dahulu tidak banyak hal berarti yang patut aku khawatirkan. Sebab perasaan ini selalu aku anggap sebagai pertanda jika aku harus bersiap. Bersiap dengan kemungkinan terburuk atas suatu rencana dan harapan-harapan yang aku bangun. Akan tetapi, kini berbeda. Ada kamu. Aku takut jarak ini semakin jauh adanya, memisahkan kita yang memang berbeda. Aku takut jika ada sesuatu yang mencoba menjauhkanmu dariku. Percayalah aku cukup tersiksa dengan patah hati. Entah mengapa kesibukan milikmu itu membuatku berpikir bahwa tidak ada lagi kita? Bahwa tidak akan ada lagi kebersamaan.

Hey, sedang apa? Dan dimanakah?

Sungguh aku benci sepi. Aku tak menyukai kesendirian lagi setelah ada kamu, mengenal kamu. Aku tak ingin lagi mengulang kesedihan yang sudah-sudah. Bukankah kita pernah saling menggenggam? Menguatkan? Sungguh katakanlah jika ini hanya asumsi yang terlalu terburu-buru. Katakanlah bahwa firasat ini tak ada hubungannya denganmu. Aku butuh kamu, tenangkanlah diriku. Hapuskanlah risauku.

Dahulu, aku sempat tidak memedulikan perasaan ini. Aku mencoba melupakan dan mengabaikannya. Namun, sungguh itu adalah kesalahan. Karena ada beberapa hal yang tak aku sadari, menghilang dariku. Meski tingkatan aneh atas perasaan ini memang juga berbeda.

Aku pernah sekali kehilangan seorang teman. Aku mengabaikan perasaan itu. Ya, perasaan yang membuatku sesekali termenung. Mengulang memori, memutar kenangan. Seolah aku diperkenalkan dengan suatu keadaan yang hanya aku sajalah disana yang tidak mampu berkomunikasi dengan orang-orang yang tampil di hadapanku. Seperti suatu kesengajaan membuatku menyaksikan sebuah cerita, kenangan. Aku merasa mengenang sesuatu tapi melupakan sesuatu itu adalah apa. Aku merasa akan mengenal cerita seseorang, namun lupa kenangan siapa dan dimana. Entah hal ini sulit untuk dijelaskan. Bahkan oleh sebuah kata dalam bahasa. Sungguh aku tidak mampu. Hanya bisa dirasa.

Pada waktu lain, aku juga kehilangan seseorang yang bahkan aku tidak mengenalnya, selain mengetahui namanya. Ya, kamu. Dengan inisial ETF. Saat itu, di Bali, menjadi satu-satunya tempat terakhir aku bisa memandangmu. Jika perhitunganku tak salah, maka 3x mataku hampir mampu menangkap matamu. Tepat selama beberapa detik, dalam 3 kesempatan. Sungguh saat itu, aku menyesal karena abai atas perasaan ini. Ya perasaan aneh yang lebih rumit dari sebelumnya. Perasaan yang seakan menyampaikan akan ada seseorang yang hanya menjadi kenangan dalam waktu dekat.

Ah, namun perasaan kali ini jauh lebih ringan tingkatannya. Hanya saja aku tetap saja takut, kalau-kalau firasat ini mengarah padamu. Sungguh biarlah aku yang beradu dengan hal buruk, tapi jangan kamu. Aku sangat menghargai kehadiranmu, dan aku selalu memohon pada-Nya agar jangan sampai kebahagiaan direnggut darimu. Aku selalu ingin menjadi seseorang yang dapat menemanimu dalam keadaan apapun. Dan tidak sebagai seseorang yang hanya mampu melihat punggungmu dari jauh, dan pergi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harapan

Sepotong Cerita dengan Kamu

Nonton di Bioskop