Mimpi.


Malam itu, 1 hari setelah kamu memutuskan mundur, tidak terhitung sudah berapa kali aku tiba-tiba menangis. Terkadang menangis dengan sadar, pun dengan tanpa disadari. Aku tidak mengerti mengapa sebuah kenangan sungguh menyakitkan? Padahal sebenarnya kenangan itu indah. Memori yang disimpan itu adalah indah. Tapi, entah mengapa aku masih belum mampu tersenyum jika teringat segalanya. Aku tidak memahami bagaimana perasaan sedih ini dimulai. Aku juga tidak mengetahui, mengapa sangat berat untuk membiarkan kenangan ini diingat.
 
Sungguh, bukankah sebenarnya tidak ada suatu kesalahan dalam ingat dan kenang? Tapi hati ini masih saja menolak untuk berdamai dengannya. Masih saja ada hal-hal yang berat untuk menerima dan memahami keadaan. Masih saja kokoh untuk menolak kenyataan. Masih saja ingin memaksa kehendak. Dan masih saja egois.

Wahai diri, bukankah kau sering memberi semangat terhadap kawan-kawanmu? Bahkan nasihat-nasihatmu selalu saja membuat mereka berpikir ulang untuk bersedih dan galau akan hidup ini. Tapi, kini, mengapa justru dirimulah yang tidak mampu menunaikan nasihat itu sendiri? Kemanakah sang karang itu? Kemanakah si hati kuat itu? Kemanakah si cuek itu? Kemanakah kamu wahai diriku? Akankah kamu terus bersedih sementara dia berbahagia? Bukankah dalam setiap doamu, selalu kau pinta kebahagian pada Tuhan untuknya? Lantas, mengapa kamu menangis?

Wahai kamu, pemilik inisial AAYH dan JSA. Ayolah. Bukankah kau juga harus bahagia saat melihatnya bahagia? Sungguh sangat mulia jika kamu melakukannya.

Mungkin, bisikan hati di atas sedikit membuatku tenang disaat menjalani hari-hari ini. Akan tetapi, itu tidak berlangsung lama tatkala mimpi tidur itu dapat ku ingat jelas, meski sedikit. Sungguh, aku harus ikhlas. Aku harus ikhlas, kataku membatin. Dalam isak tangis dini hari itu, aku sungguh tak berdaya. Bahkan di sela-sela shalat malam, masih saja ku teteskan air mata  hanya karena mengingat namanya dan mimpi itu.

Mimpi itu, meski tidak tergambar jelas, namun ada 1 bagian yang dapat aku ingat di sela-sela sujudku. Adalah kamu dan seorang wanita yang tak ku kenal. Ya, aku melihatmu dengan jelas bersama teman wanitamu dalam mimpi itu. Sungguh saat itu aku hanya mampu menangis pada Tuhan, tanpa aku bisa berdoa pada-Nya. Aku sudah tidak mampu memohon apapun, jika saja mungkin kau sudah bulat memilihnya. Bahkan, di sela-sela tidurku kau hadir bersamanya. Sungguh aku pasrah. Ya, aku hanya pasrah dan terkulai lemah dalam sajadahku di pagi hari itu. Tak mampu aku bercerita rencana-rencana pada Tuhan lagi. Tiada lagi yang dapat aku pinta, selain pasrah pada Sang Pemilik Hati.

Oh, apakah pesan mimpi ini benar adanya Ya Tuhanku? Apakah Engkau memberitahuku bahwa tiada lagi harapan padanya? Oh Tuhan, sungguh benar, tidak ada hal lain dapat aku lakukan jika Engkau telah memberi keputusan melalui mimpi ini. Meski aku tidak tahu, apakah ini pesan dari-Mu ataukah buah atas kegelisahanku yang dengan licik dimanfaatkan setan. Oh Tuhan, aku mohon semoga bukan inilah akhirnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harapan

Sepotong Cerita dengan Kamu

Nonton di Bioskop