Jawaban atas Kritik!


Jika setiap orang mulai dengan berani berkritik, maka aku terpaksa akan mengomentari ini. Ada beberapa hal yang mengusik hidup kita dengan perkataannya, yang mungkin tidak dapat dianggap remeh. Dan hanya angin berlalu belaka. Aku akan mulai mendengar jika sudah melewati  batas. Terutama perihal kritik yang seenak jidat, dan hanya melihat semua dari satu sisi. Yang hanya membandingkan dari satu-dua hal saja. Tampak sekali jika harus dikoreksi bukan?
Baik. Beberapa hari ini aku selalu memikirkan kalimat seseorang yang cukup membuatku tergerak untuk menuliskan ini. Suatu hari itu, seseorang pernah dengan seenaknya berkata seperti ini padaku: “Kamu yakin mau sama dia? Jelas-jelas dia sudah pernah menjalin Rumah Tangga. Dan kamu masih mau?”. Detik itu juga, aku membenci perkataan darinya. Namun kalian perlu menggaris bawahi 1 hal, aku membenci perkataannya namun bukan orangnya.
Aku sangat membenci setiap sikap orang yang hanya menilai orang lain dari satu sisi. Coba pikirkan kembali, adil-kah hal tersebut? Bayangkan jika pada saat yang sama aku juga mengatakan hal begini: “Kenapa ya aku mau-maunya ngobrol dengan anak miskin, berpendidikan lebih rendah dari aku, dan sepertinya sangat sombong dalam menilai orang lain. Seolah dirinya paling suci?”. Tahukah kamu bahwa seorang Nabi saja tak pernah sedikit pun menyindir hal negatif atas seseorang, bahkan beliau biasanya menutupi kekurangan orang di sekitarnya (atau umatnya)?
Nah apa yang kamu rasakan jika menerima komentar seperti itu?
Hey, bagiku tidak ada ukuran harus berteman dengan siapa, atau mencintai orang yang seperti apa. Hanya saja meski demikian, aku memegang 4 prinsip yang mana aku pelajari itu saat aku bersekolah. Dalam memilih jodoh ada 4 hal yang harus dipertimbangkan. Pertama, agamanya. Kedua, fisiknya (berarti tampan atau cantiknya). Ketiga, keturunannya. Keempat, hartanya.
Pertama, aku memilih dia atas agamanya. Ya, kita sama-sama memilih agama yang sama dan semoga memiliki keyakinan yang sama. Atas dasar ini, aku rasa tidak alasan untuk menjauhinya hanya karena latar belakangnya atau masa lalunya itu. Dan aku tak peduli akan hal itu, mengapa? Karena prinsipku jika orang itu baik terhadapku, mengapa harus aku jauhi dia?
Kedua, karena fisik. Ini bukan karena aku pemilih ataupun egois hanya mencintai ketampanannya. Fisik ini dimaksudkan adalah wajar alamiah manusia, yang mencintai seluruh detail tubuhnya, namun hal itu bukan berarti satu-satunya penilaian. Tampan atau tidak adalah suatu relativitas yang subjektif. Pernah tidak menganggap seseorang itu tampan hanya karena kita mulai mengagumi dan mencintainya? Ya, seperti itulah yang ku rasakan. Dia selalu nomor 1 meski di luar sana masih banyak, dan tentu sangat tampan darinya. Namun, atas nama cinta, bagiku dia yang tak tergantikan dengan lelaki manapun.
Ketiga, keturunannya. Mungkin sejauh ini aku masih belum mengenal orang tuanya. Bagaimana keluarganya. Bagaimana karakter mereka. Bagaimana budaya mereka, dan lain sebagainya. Namun, mengetahui dia adalah orang yang baik terhadapku, baik dari sisi sikap, tutur kata, maupun cara menghargai seseorang, aku rasa dia memiliki orang tua yang mendidiknya dengan baik.
Keempat, hartanya. Apakah aku di ‘cap’ sebagai wanita ‘matre’ karena memasukkan ‘harta’ sebagai suatu pertimbangan dalam memilihnya? Sungguh itu adalah anjuran dalam Islam. Sekarang begini, coba pikirkan. Apakah kau ingin hidup bersama dengan seseorang yang tak mampu memenuhi kebutuhanmu. Dan apakah kau rela hanya kau yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan bersama. Atau kalian ingin bersama-sama dalam ketidakmampuan? Tidakkah kalian tega dengan pasangan kalian? Tidakkah kalian berpikir hal itu akan membebani salah satunya? Tidakkah kalian bayangkan jika hal itu adalah tidak baik, mengapa? Hey, saat lelaki sudah akan menikahi wanita, berarti orang tua si wanita akan lepas tanggung jawab, mulai dari memberi makan, membiayai kebutuhan si anak, hingga tanggung jawab menjaga hidupnya agar tetap aman, baik, dan nyaman. Lalu mampu kah kamu membahagiakannya lebih dari apa yang dapat diberikan orang tuanya? Atau minimal sama dengan kasih sayang orang tuanya? Jadi, dalam pandanganku, harta yang dimaksud adalah kemampuan si dia nantinya dalam memenuhi kebutuhan bersama. Dan sejauh ini aku menilai kami dapat memenuhi kebutuhan pribadi masing-masing. Dapat mandiri dalam keterbatasan kami. Dan semoga kami dimampukan dalam kebersamaan, suatu hari nanti ^^

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harapan

Sepotong Cerita dengan Kamu

Nonton di Bioskop