Nonton di Bioskop

Suatu pagi di penghujung Agustus begitu cerah, tetapi badanku terkulai lemah dengan bantal dan guling di sisinya. Kegiatan kemarin membuatku begitu lelah, hingga aku tak kuasa untuk 'melek' sekalipun. Sisa - sisa pegal semalam masih belum seutuhnya hilang. Rasa lapar pun tidak mampu menggugah diriku untuk sekedar mencomot sisa makanan yang ada.

Pagi itu, pukul 10.00 WIB. Aku terpaksa menghentikan rasa malasku. Aku teringat bahwa aku tidak boleh mendzalimi diriku, karena aku benci jika sakitku mulai kambuh. Aku beranjak membereskan kamar yang sudah seperti kapal pecah. Seperti biasa, aku membuat sarapan seadanya dengan oatmeal dan beberapa iris buah. Tidak lupa juga aku mencuci baju dan mengganti sprei.

Rasa bosan tidak kunjung hilang, meski sudah berkali - kali ku alihkan. Akhirnya aku putuskan untuk scroll Tiktok. Saat itu, ada seorang 'selebtok' sedang mereviu film berjudul "Sayap - Sayap Patah". Banyak yang bilang, ceritanya tidak tertebak, sedih, dan sebagainya. Lantas aku cek di aplikasi melihat jadwal film tersebut. Tanpa sadar, ku ajak pula dia menonton. Namun, sepertinya dia kurang bersemangat kali itu. Sebenarnya, aku tidak enak juga mengajaknya, namun kepada siapa lagi aku meminta ditemani?

Kami sengaja memilih jam paling malam karena menurut dia agar kita bisa jalan - jalan. Entah dia ingin jalan kemana, namun ku turuti saja mengingat beberapa hari terakhir dia mengalami hari yang berat. Kami menelusuri jalan Braga yang konon katanya menjadi salah satu jalan penuh kenangan nan romantis di Bandung. Sebenarnya aku bingung, ingin mengajaknya bercerita apa. Akhirnya kami mampir ke salah satu minimarket untuk sejenak cemal - cemil.

Aku sangat senang melihat dia tertawa. Melihatnya lahap kalau makan. Melihatnya bahagia. Aku senang mendengar suaranya, mencium wangi parfumnya. Aku suka dekat - dekat dengannya. Terkadang aku cubit juga pipinya yang gemas itu.

Akhirnya tibalah waktu kami untuk menonton film tersebut. Aku sudah tidak sabar untuk mengetahui ceritanya. 

Cerita berawal dari memata-matai orang yang terduga teroris. Seorang anggota polisi yang diutus ternyata telah diketahui identitasnya oleh 2 orang teroris tersebut. Dan kita diajak menahan napas saat anggota polisi yang menyamar tersebut dibuntuh.

Cerita romantis ini berasal dari 2 tokoh utama, dimana merupakan seorang anggota polisi yang memiliki istri yang sedang hamil tua. Aku membayangkan betapa keras perjuangan wanita hamil menjaga calon anaknya agar baik - baik saja. Melalui warna - warni perasaan, dia harus bertahan. Apalagi dalam cerita tersebut, suaminya sedang bertugas 'memburu' teroris. Tentu, meski butuh perhatian lebih dari suami, kita sebagai calon ibu tetap harus tegar bagaimanapun situasi dan kondisinya.

Aku kembali pada imajinasiku. Bagaimana nanti jika kehidupan setelah aku menikah sesulit itu? Bagaimana nanti jika suamiku sibuk bekerja? Bagaimana nanti jika aku mengalami kondisi tidak normal saat mengandung?

Di pertengahan cerita, klimaks mulai bermunculan. Dari perseteruan antara suami dengan istri terkait waktu. Ya, waktu. Dimana istri merasa, suaminya jarang menemaninya di rumah. Suaminya sibuk bekerja. Tidak ada waktu untuk sekedar ngobrol. Tidak ada waktu makan bersama. Dan waktu - waktu bersama lainnya. Lagi - lagi, aku merefleksikan pada hidupku. Apakah nanti aku mampu memaklumi jika itu terjadi pada diriku? Sempat terbesit dalam benakku jika aku tidak ingin memiliki anak. Sepertinya perjuangannya begitu berat :(

Klimaks kedua tidak kalah membuatku gelisah di kursi penonton. Bagaimana tidak? Kami disuguhkan dengan adegan NAPI memberontak hingga menjebol penjara. Namun, yang tidak aku mengerti, mengapa polisi - polisi tersebut tidak pergi ke tempat aman terlebih dahulu dan memanggil bantuan sebelum memeriksa situasi. Setidaknya harus ada pengaman antara gedung sel penjara dengan gedung administrasi jika kedua tempat tersebut berada dalam satu kawasan. Mungkin yang membuat penonton menangis tersedu adalah ketika sang suami berjanji mampir ke kantor polisi sebentar, namun tidak beruntungnya sang suami terjebak dalam kondisi 'darurat' tersebut. Bersamaan pula, dengan sang istri sedang menunggu waktu untuk bersalin. 

Klimaks ketiga adalah ketika sang istri telah melahirkan, namun mendapat berita bahwa suaminya terbunuh. Sungguh, perasaannya pasti amat terguncang. Ah, aku tidak bisa menceritakan bagaimana perasaan wanita tersebut, karena aku belum mengalaminya. Namun, dari acting tokoh wanita terlihat raut kesedihan yang tiada terkira. Bahkan, rasanya hatiku juga ikut teriris melihat ketragisan tersebut. Aku hanya berharap, aku tidak berada dalam posisi yang sama dengan cerita film tersebut. Karena mungkin rasanya aku tidak akan memiliki kekuatan untuk menerimanya.

Komentar

  1. If you see this message, please reply in the article Harapan

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harapan

Sepotong Cerita dengan Kamu