Tanya Tanpa Jawab.
Aku ingin melupakanmu, seperti banyak hal rumit yang
tak dapat ku selesaikan. Aku ingin tidak lagi candu pada sosokmu, meski hanya
sementara. Aku tidak ingin selalu mengingatmu, seperti halnya
peristiwa-peristiwa lalu. Aku ingin mempercayai bahwa kau adalah masa lalu yang
hanya dapat ku kenang bayangnya.
Namun ketahuilah, kamu begitu nyata disaat suara-suara dan
bisikanmu kembali terdengar. Kamu terasa begitu dekat, namun mengapa aku tak
dapat melihat sosokmu? Aku juga ingin menggapaimu. Tapi itu seolah hanya
impian. Aku tidak mampu bahkan hanya mendekatimu saja, hatiku sudah tak karuan.
Perasaan ini begitu cepat hancur. Entah, kakiku pun tidak mampu melangkah.
Hay, sedang apakah kamu? Masih adakah aku di sela-sela
waktumu? Atau masihkah aku hidup dalam hati dan pikiranmu? Adakah rindu yang
kau rasa seperti rinduku padamu?
Mas, pernahkah kau berpikir bahwa segala hal di hidup
ini tidak harus kita temukan jawabannya dalam waktu dekat? Seperti halnya
perihal jarak. Aku ingat bahwa kau pernah berkata bahwa Tuhan akan selalu
memberi jalan jika nanti kita sudah bersama. Lalu kemanakah rasa percaya itu
mas? Akankah keyakinan itu hanyalah ucapan belaka lantaran kau putus asa terhadap
janji Tuhan? Atau bahkan frustasi dengan aku yang jauh?
Mas, tidakkah kau berpikir aku berbeda dari masa
lalumu? Sungguh ketika aku mengatakan bahwa aku takut mengecewakanmu, itu benar
adanya. Aku selalu ingin kamu selalu tertawa bahagia. Tiada lagi sedih yang kau
rasa, sampai nanti. Namun mengapa, justru ketika aku berusaha mewujudkannya,
malah kau sendiri yang berusaha mencabik hatiku? Mas, aku masih tidak percaya
bahwa kamu tega melakukannya. Katakanlah kebenaran itu, bahwa semua ini adalah sebuah
keterpaksaan. Katakanlah bahwa ini bukan keinginan hatimu untuk melukaiku. Sungguh
aku selalu percaya bahwa kau juga selalu menginginkan kebersamaan ini.
Aku jadi berpikir kemungkinan-kemungkinan yang menyebabkanmu mengubah keputusan dengan mendadak. Dan perubahan itu tidak
tanggung-tanggung, langsung 180 derajat!
Entah mengapa aku percaya bahwa kau termakan ‘omongan’
orang lain. Sebab dalam pandanganku tidak mungkin secepat itu perubahan
terjadi padamu. Bahkan rasanya baru kemarin rasa itu tumbuh, lalu detik
berikutnya kau sudah bertekad mengubur habis rasa itu. Ataukah aku terlewat
sesuatu? Apakah ada sesuatu yang luput dari pemahamanku? Apakah mungkin kau
terjebak dalam kendali seseorang? Apakah mungkin ada suatu kepastian yang
hendak diminta seseorang darimu?
Ah, apakah aku terlalu berlebihan dalam menilai? Sungguh
ada begitu banyak tanya yang aku tidak mengetahui jawabnya mas. Aku selalu
memutar kembali waktu-waktu kemarin. Mencoba mengingat-ingat kalau-kalau memang
ada suatu kerikil kecil yang hadir dalam hubungan ini. Namun, sama sekali tidak
aku sadari bahwa itu tidak hanya kerikil, namun sebuah batu ‘gede’ yang tepat
berada di tengah-tengah kita. Sungguh aku merasa ‘kecolongan’. Ingin rasanya
menertawakan kebodohan ini, namun hatiku yang lain tentu akan menangis kencang.
Wahai kamu, bukankah kamu sangat mengerti dan paham
akan rasa dari patah hati? Lalu mengapa kau sampai hati membuatku kembali
merasakannya? Sungguh, menata kembali hati yang sudah berkali-kali dipatahkan
bukan perkara mudah.
Komentar
Posting Komentar