Sore itu, Awal September
Ya Tuhan ini adalah h-6 hari dia menuju hari nya. Hari
yang mungkin sangat ditunggu-tunggu bagi sebagian orang, tidak terkecuali
diriku. Namun apalah daya, jodohku masih disimpan Tuhan. Jika mengingat kembali
peristiwa itu, sungguh rasanya sedih. Apa-apa yang sudah coba aku bangun
seperti hancur begitu saja. Seperti ditiup angin. Hilang begitu saja. Tapi,
memang inilah ujian hidup yang kebanyakan orang bilang. Tidak terkecuali jodoh.
Meski tiada hal yang membuat kita saling mendebat, namun mungkin memang hari
ini kita sama-sama saling bergumul dengan hati. Aku dengan hati yang masih
tidak percaya. Kamu, mungkin dengan hati yang baru.
Enam hari lagi dari sekarang, mungkin tiada lagi sapaan
yang bisa aku dan kamu lakukan. Karena mungkin pada saat itu, keputusanmu sudah
terlampau bulat. Tiada celah untuk memasuki atau merubahnya. Kamu mungkin akan
dengan serius meminang kekasih barumu. Ya, mungkin itu adalah hal baik untuk
aku dan kamu yang terpisah terlalu jauh dan bahkan sangat jauh oleh jarak ini. Ah,
sungguh, terkadang ada suatu penyesalan untuk memilih kota ini sebagai pelarian
dan perantauan. Namun apa daya? Sudah terlambat untuk pulang.
Sungguh proses menuju enam hari itu, tidak ingin ku
ingat. Aku bahkan membenci untuk mengingat bulan ini. September. Ya, tepat pada
tanggal 10 di bulan ini, sungguh kamu akan memulai memilih seseorang. Seseorang
untuk masa depanmu. Seseorang, yang hanya kepadanya kamu akan melirik. Ah, itu
adalah suatu kenyataan yang memilukan. Bagaimana mungkin menyudahi segalanya,
di tengah-tengah aku sedang berusaha memantaskan diri? Salahkah aku jika
mencari peruntungan disini? Kemanakah kamu yang dalam ingatanku mengatakan ‘tidak
masalah dengan jarak’. Ah apakah mungkin aku salah memahami pernyataan itu? Ataukah
harapanku yang terlampau besar ini telah membuat tuli telingaku, telah
mengacaukan logika ku sehingga mungkin aku salah memahami setiap perkataan dan
perbuatanmu?
Jika patah hati ini adalah memang takdir yang tak
terpisahkan pada jatuh cinta, sungguh aku tidak ingin lagi mengenal perasaan
ini. Perasaan yang sungguh begitu indah dan membuat haru. Namun, ternyata
risiko adalah pemeran utama dalam hubungan ini. Ada terlalu banyak risiko yang
mungkin tidak berani kita hadapi. Ada berbagai hal yang mungkin sudah mulai
mengikis angan-angan yang telah kita bangun bersama. Ada harap yang mematahkan
harapan. Ada temu dalam perpisahan. Ada akhir dalam suatu usaha memulai.
Ah, bagaimana akan ku hadapi semua ini? Haruskah aku
memasang wajah sukacita? Atau aku tunjukkan perasaan sedih yang menyiksa ini. Dadaku
sangat sesak oleh berbagai perasaan yang menguap. Sungguh apakah benar tiada
lagi harap untukku? Mengapa, mengapa kamu sungguh takut dengan hadirnya kembali
masa lalu pedih yang telah kau rasa? Hey, tidakkah kau melihatku? Aku pun
bertaruh atas segalanya demi kamu. Aku adalah orang yang akan berdiri paling
depan menyuarakan untuk tidak takut akan patah hati. Aku yang akan dengan
lantang meneriakkan kata setia padamu. Lalu, mengapa kamu masih saja takut pada
sebuah lara seperti dahulu? Dimanakah kepercayaan dalam suatu hubungan itu? Apakah
aku tidak mampu membuatmu percaya dan yakin sepertinya?
Oh, kekasih. Sungguh aku masih tetap disini dengan
perasaan dan hati yang masih sama. Atau bahkan semakin menggebu padamu. Namun apalah
daya? Kamu sudah memutuskan untuk melangkah, sementara aku kau tinggalkan
terjerembab disini. Sendiri. Akankah kamu kembali?
Komentar
Posting Komentar