Cerita Singkat untuk 23’9’19


Hari itu, kembali ada kecemburuan hadir dalam hatiku. Sungguh aku takut mengakuinya. Takut kalau-kalau ini hanyalah ulah setan-setan yang hanya ingin manusia selalu merasa gelisah dan sedih. Namun, tiap kali aku mengingat kejadian ini, hatiku begitu ngilu dalam hal rasa. Ada perasaan ‘tidak enak’ juga yang mulai menghinggapi hati. Detik ini, ingin rasanya aku menangis di pangkuan Ibu. Ingin rasanya menyalahkan diri sendiri yang kurang menghargai waktu. Karena aku masih saja mengulang kesalahan yang sama. Menganggap semua hal baik-baik saja. Padahal hanya ada 1 kesempatan dalam tiap detik waktu kehidupan ini. Dan aku? Masih saja tidak mampu memberi yang terbaik. Bahkan sebaliknya, terlalu menganggap idealisme adalah satu-satunya yang harus ditunjukkan.

4 tahun lalu, kala aku masih duduk di bangku perkuliahan, seorang dosen pernah mengatakan : “kita harus bisa menempatkan idealisme. Tidak harus di setiap saat, namun pada timing yang tepat dan tempat yang tepat”. Ya Tuhan, sungguh aku melupakan nasihat itu. Aku masih saja belum mampu mengontrol apa-apa yang hadir dalam diriku. Termasuk otak dan hatiku. Aku masih saja selalu berhasil tergoda untuk menuruti hati yang ‘panas’ dalam bertindak. Aku masih saja lugu pada pikiran yang sedang mendidih. Aku melupakan satu bagian yang penting. Mengenai kesabaran. Inti dari segala kedamaian di hati.

Oh Tuhan, hari ini aku dipertontonkan bagaimana bahayanya ‘ketidakpedulian’ itu. Hari ini aku melihat jelas bagaimana kebencian itu hadir padanya untukku. Hari ini aku menyaksikan bagaimana mungkin segalanya ada dalam lingkaran kekuasaannya. Sungguh hari ini membuat hatiku mengambil satu kesimpulan, bahwa “di dalam hutan rimba, tidak ada satu hal pun yang dapat dipercaya melainkan Tuhan dan diri sendiri. Bahkan menganggap tanaman adalah sumber makanan pun bisa jadi suatu kekeliruan. Karena akan selalu ada kemungkinan racun yang ditawarkannya padamu”.

Hari ini aku disadarkan, bahwa tidak semua hal harus dikeluhkan. Hari ini aku belajar, bahwa mempercayai tidak berarti menitipkan seluruh kejujuran hati. Hari ini aku meyakini, bahwa tempat terbaik dalam menitipkan segala hal hanyalah pada Tuhan. Boleh-boleh saja berbagi kisah pada yang terdekat, hanya saja kita harus selalu tahu bagaimana posisi dia dalam hidup kita. Sebagai teman kah? Sebagai rekan kerja kah? Sebagai sahabat kah? Hanya teman main kah? Atau hanya teman nongkrong. Hanya bertemu di kala sudah habis pilihan dalam melupakan rutinitas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harapan

Sepotong Cerita dengan Kamu

Nonton di Bioskop