Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2019

Tuhan, Andaikan...

Tuhan, seandainya malam masih bisa ku nikmati, maka biarlah ku nikmati bersama rembulan dan bintang gemintang, Tuhan, seandainya hangat mentari masih setia menyapa, maka aku ingin diterangi olehnya disaat menyusuri jalanan berasap. Tuhan, sekiranya masih ku diijinkan terlelap dalam dekap selimut, maka biarlah aku merasakan lelahnya hidup, Tuhan, sekiranya mataku masih berkedip, maka jagalah pandangku dan ijinkan aku menebar pandangan pada indah pesona alam-Mu. Tuhan, seumpama sendiri masih lebih baik dalam berproses dan berjuang, maka temanilah selalu diriku yang masih fakir ilmu untuk selalu dapat menggapai berkah hidup, Tuhan, seumpama kebaikan masih dilimpahkan pada bumi ini, maka tunjukkanlah agar netralitas ini selalu menemukan titik benarnya. Tuhan jikalau aku boleh berandai, maka ingin sekali saja aku mengulangi kebersamaan dan kasih sayang keluarga dengan nyata, Tuhan, jikalau masih saja aku harus memilih pergi, maka damaikanlah hatiku. Tuhan, apabila ini adalah se...

Cerita Singkat untuk 23’9’19

Hari itu, kembali ada kecemburuan hadir dalam hatiku. Sungguh aku takut mengakuinya. Takut kalau-kalau ini hanyalah ulah setan-setan yang hanya ingin manusia selalu merasa gelisah dan sedih. Namun, tiap kali aku mengingat kejadian ini, hatiku begitu ngilu dalam hal rasa. Ada perasaan ‘tidak enak’ juga yang mulai menghinggapi hati. Detik ini, ingin rasanya aku menangis di pangkuan Ibu. Ingin rasanya menyalahkan diri sendiri yang kurang menghargai waktu. Karena aku masih saja mengulang kesalahan yang sama. Menganggap semua hal baik-baik saja. Padahal hanya ada 1 kesempatan dalam tiap detik waktu kehidupan ini. Dan aku? Masih saja tidak mampu memberi yang terbaik. Bahkan sebaliknya, terlalu menganggap idealisme adalah satu-satunya yang harus ditunjukkan. 4 tahun lalu, kala aku masih duduk di bangku perkuliahan, seorang dosen pernah mengatakan : “kita harus bisa menempatkan idealisme. Tidak harus di setiap saat, namun pada timing yang tepat dan tempat yang tepat”. Ya Tuhan, sungguh...

Kampung, Hutan, dan Kamu.

Suatu saat itu, langit menampakkan mendungnya. Hanya sedikit cahaya yang ku lihat. Suasananya nampak seperti ruangan dalam sebuah rumah di perkampungan. Ada lampu namun mungkin hanya 5 watt saja. Redupnya sedikit membuat merinding. Tampaknya juga rumah ini ada dalam sebuah hutan. Meski begitu, rumah ini termasuk ke dalam salah satu rumah dalam suatu perkampungan. Rumah-rumah dalam perkampungan ini terasa sepi, meski ada banyak orang berlalu lalang di depanku. Lalu, kemudian aku memperhatikan ruangan di sekitarku. Ada banyak ruang kosong dalam rumah ini. Aku menjelajah satu per satu ruangan itu, pelan-pelan saja langkahku. Ruangan pertama nampak seperti sebuah kamar. Namun telah lama ditinggal pemiliknya. Hanya menyisakan kasur tua, dan tanpa sprei. Kamar ini memiliki satu lubang   sirkulasi udara yang menjadi sumber cahaya. Tapi cahayanya hanya segaris, masih tak mampu menerangi seisi kamar. Lalu, aku beranjak menyusuri ruangan berikutnya. Aku juga menemukan kamar. Masih denga...

“Bumi Manusia” dalam Pandanganku

Suatu sore itu aku memutuskan untuk menyimak sebuah film yang diangkat dari sebuah novel Pramoedya A.T. yang berjudul “Bumi Manusia”. Film itu menceritakan mengenai warga pribumi Indonesia pada jaman dahulu, masih dalam jajahan bangsa Eropa (Belanda). Sungguh miris memang melihat kesombongan bangsa lain pada tanah air kita ini. Mereka begitu berkuasa atas negeri yang bukan milik mereka sendiri. Aku menyoroti bagaimana perbudakan sangat kental dalam film ini. Begitu lemahnya penduduk Indonesia dalam hal ini. Tiada daya protes, atau bahkan melawan. Kita semua tunduk. Sungguh miris bukan negeri ini? Penduduknya memiliki kekayaan alam yang luar biasa namun tak memiliki kuasa dan berhak menjadi raja di negeri sendiri. Namun, bukan sastra namanya jika romansa ini tak dibumbui sebuah cerita cinta. Selain merekam Indonesia pada jaman dahulu, Bumi Manusia ini juga menampilkan kisah sepasang muda mudi yang saling jatuh cinta. Namun mereka berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda....

Tanya Tanpa Jawab.

Aku ingin melupakanmu, seperti banyak hal rumit yang tak dapat ku selesaikan. Aku ingin tidak lagi candu pada sosokmu, meski hanya sementara. Aku tidak ingin selalu mengingatmu, seperti halnya peristiwa-peristiwa lalu. Aku ingin mempercayai bahwa kau adalah masa lalu yang hanya dapat ku kenang bayangnya. Namun ketahuilah, kamu begitu nyata disaat suara-suara dan bisikanmu kembali terdengar. Kamu terasa begitu dekat, namun mengapa aku tak dapat melihat sosokmu? Aku juga ingin menggapaimu. Tapi itu seolah hanya impian. Aku tidak mampu bahkan hanya mendekatimu saja, hatiku sudah tak karuan. Perasaan ini begitu cepat hancur. Entah, kakiku pun tidak mampu melangkah. Hay, sedang apakah kamu? Masih adakah aku di sela-sela waktumu? Atau masihkah aku hidup dalam hati dan pikiranmu? Adakah rindu yang kau rasa seperti rinduku padamu? Mas, pernahkah kau berpikir bahwa segala hal di hidup ini tidak harus kita temukan jawabannya dalam waktu dekat? Seperti halnya perihal jarak. Aku ing...