Minggu ke-2 November



Ya Tuhan bagaimana mungkin aku merindukan masa lalu? Aku rindu di saat menjadi mahasiswa. Aku rindu kampusku tercinta, Universitas Negeri Malang (UM). Bagaimana mungkin bayangan-bayangan duduk di bangku perkuliahan, nongkrong bersama teman, mengerjakan tugas kelompok, hingga masa-masa aku menarik diri dari keramaian serta hiruk-pikuk kampus dengan tenggelam pada buku-buku di perpustakaan. Oh, betapa aku rindu pula masa-masa mengagumi-mu dan berusaha menarik perhatian dengan aktif mengacungkan tangan di kelas. Haha, sungguh lucu jika diingat kembali!

Aku pun rindu berangkat pagi, pulang sore. Menghabiskan waktu di dunia pendidikan lebih menyenangkan dibandingkan dunia kerja. Percayalah! Akan tetapi, meski rasa bosan sempat hadir dalam benakku ketika itu, justru semua hal inilah yang paling bersisa dalam memori otak. Dalam kerinduan, akan selalu ada penyesalan. Mengapa semua hal berlalu begitu saja? Mengapa dulu aku tidak melakukan ini-itu? Mengapa dulu aku tidak begini dan begitu? Mengapa justru semua tersadar ketika sudah tertinggal jauh di belakang?

Oh Tuhan, maaf atas semua ke-egois-anku dalam menjalani dan menikmati hidupku dahulu dan sekarang. Aku masih saja merasa dan selalu merasa tidak puas. Masih selalu saja berandai, jika waktu dapat diputar kembali. Masih selalu saja menangis dan sedih ketika bernostalgia. Membayangkan wajah-wajah teman. Mengingat kembali perseteruan-perseteruan ala mahasiswa. Dan masih saja mengharapkan peristiwa yang sama di masa lampau.

Namun Tuhan, mengapa selalu saja ada akhir untuk sebuah awal? Mengapa semua selalu berujung meski kita belum pernah melihat muara dari kehidupan ini?

Tuhan, jika mungkin aku diberi kesempatan kembali berjumpa dengan apa-apa yang telah aku tinggalkan. Diberi kembali kesempatan untuk memperbaiki apa-apa yang terlewati di masa lalu. Maka, biarlah aku memilih keputusan ‘besar’ meski nanti mahal sekali harganya. Harus melepas apa-apa yang telah aku perjuangkan hingga sampai pada titik ini. Walau nanti akan ada banyak caci-maki yang mendengung di telinga, setidaknya aku bangga dan bersyukur pernah diberi kesempatan ‘emas’ ini.

Tuhan, aku yakin jika hati sudah kepalang menginginkan sesuatu, maka tidak akan ada yang mampu menolaknya. Bahkan pikiran pun tidak mampu menunjukkan idealismenya. Kecuali hanya Engkau-lah satu-satunya yang mampu membolak-baliknya.

Detik ini pun sama seperti hari-hari sebelumnya. Hati ini menuntut pulang. Permintaan yang sungguh rumit untuk segera diwujudkan, mengingat ada banyak belenggu-belenggu yang mengikat kaki. Ada banyak hal-hal yang harus dipertimbangkan. Ada banyak tanggungan-tanggungan yang masih harus diselesaikan. Terkadang, membayangkannya saja sudah cukup dilema dan membuatku urung untuk melangkah.

Namun, entah. Hati selalu meyakinkanku jika memang waktunya tiba, tidak akan ada gelisah yang tertinggal. Tidak akan ada lagi hantu-hantu ‘tugas’ yang selalu mengikuti. Tidak akan ada lagi hari-hari frustasi yang mengurung dan memenjarakan kebebasan yang sedari dulu aku inginkan. Maka Tuhan, dengan pijakan semua ‘beban’ ini, biarlah sesuatu itu terjadi jika memang harus terjadi. Demi sebuah kedamaian hati, maka aku pertaruhkan segalanya meski tidak murah harganya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harapan

Sepotong Cerita dengan Kamu

Nonton di Bioskop