Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2019

Sepotong Cerita dengan Kamu

Kepada kamu, seseorang yang sangat menyukai alam. Kepada kamu, yang tak pernah sekalipun mendua. Kepada kamu, yang selalu tak punya waktu luang. Kepada kamu, dengan semua kebaikan yang telah kamu lakukan. Sungguh aku meminta maaf. Aku ingin meminta maaf atas salah yang ku perbuat. Aku ingin meminta maaf atas ego yang tak pernah mengalah. Aku minta maaf atas risau yang berujung bubar. Waktu itu, indah. Untuk pertama kalinya kau membuatku mengenal kembali indahnya dunia. Aku sempat berulang kali terpuruk atas sesuatu yang melekat di hati. Tetapi, mengenalmu membuatku lupa. Bahkan trauma-trauma yang selalu menghantui, pun sirna. Kembali aku menemukan mimpi-mimpi. Yang sempat hilang dan mati. Kisah yang kita lalui memang tidaklah lama. Tapi yang aku tahu kau begitu dekat. Aku selalu menyukai senyummu. Kau selalu lebih banyak terdiam mendengar cerita-ceritaku. Aku selalu suka menggodamu. Membuatmu tertawa menjadi hobiku. Tak terasa hari berlalu. Awal yang dimulai dengan mengenal, ...

Patah!

Kala itu, siang. Tapi langit sepertinya sedang berselimut awan, mendung. Kelabu. Aku dan kau berada pada sebuah tempat, seperti rumah. Takut-takut kau beranikan dirimu memulai sebuah kisah pilu. Kau bilang, saat kau mencintai seseorang maka cinta itu akan bertengger lama pada hatimu. Tidak akan mudah luntur. Hari-hari berlalu begitu indah. Tawa selalu menghiasi harimu. Meski kau tahu, kau dan dia bukanlah manusia yang saling memiliki kesempurnaan. Tetapi memilikinya membuatmu sempurna. Lalu cerita beranjak pada sebuah lara tatkala kekasihmu telah menggapai bintang bersama tangan yang lain. Bukan dirimu. Kau mengeluh, hatimu marah dan kecewa. Bagaimana mungkin kisah yang kau rajut bertahun-tahun kandas pada sebuah tepi sebelum penghujung asmara tiba. Memang bahagia dan sedih sering datang silih berganti pada hidup. Meski mereka berjalan tak beriringan, tapi yang pasti mereka menghampiri siapapun pemilik kisah hidup. Tak terkecuali kau dan dia. Detik itu, air matamu tumpah. Suaramu b...

Jangan Datang untuk Pergi

Tolong jangan pernah mengetuk lagi masa lalu itu. Itu perih. Seperti merobek kembali luka yang lama. Akan selalu ada nostalgia-nostalgia pada kenangan yang sudah berusaha aku tutup rapat. Sangat rapat. Aku kunci dan buang anak kuncinya jauh-jauh. Tapi sekali diketuk, segalanya menguar. Mendobrak sekat-sekat penutup kotak. Menembusnya. Lalu tanpa bersisa, segalanya hadir. Tepat di depan muka pikiran. Memenuhi isi kepala. Adakah yang mampu menahan? Atau bahkan mengendalikannya? Karena hal itu sama saja seperti mencoba menggenggam angin. Tanpa kita bisa negosiasi. Menerpa tubuh yang sudah tak berdaya. 7 November 2019

Teruntuk Aku

Hi, JSA! Kembali perasaan hancur seolah mengubur seluruh harapan hidupmu. Kenangan Desember dan bulan-bulan sebelumnya tak akan pernah mampu untuk dilupakan. Pilu hatimu semakin jelas bila mengingat pesan-pesan dia yang begitu mengerikan. Hingga bergidik bulu kudukmu ketika mengulang kembali membacanya. Pada masa ini ada banyak konflik seolah memburu dan memborbardir dirimu. Tubuhmu yang ringkih pun tak mampu menahannya, dan akhirnya kau sampai pada titik dimana tiada lagi masa depan terlihat. Suram, dan gelap menyapu seluruh mimpi-mimpi. Menyisakan tangis yang tiada henti-hentinya terus membasahi pipimu di malam hari. Akan tetapi, selalu ingatlah satu hal. Segala penderitaan ini tidaklah abadi. Suatu hari tentu akan kau temui lagi senyum yang sempat kabur dari bibirmu. Akan kau temui lagi pelangi-pelangi selepas hujan mengguyur bumi. Akan kau temui lagi indahnya mentari pagi usai malam-malam gelap nan dingin. Akan kau jumpai kembali tawa kala senja hadir. Akan kau jumpai kembal...

A Piece of Mind

Ya Tuhan, aku menangis setiap kali aku mengingat harus pergi meninggalkan kota kelahiranku. Aku tergugu tiap kali mengingat, betapa aku sangat egois telah meninggalkan tempat kerjaku pertama. Yang merupakan tempat pertamaku kerja dengan usahaku sendiri. Tanpa kenalan. Tanpa rekomendasi. Aku melalui seluruh tes dengan hasil payahku sendiri. Aku sedih setiap kali ingatanku tentang wajah rekan-rekan kerjaku kembali membayang dengan sangat jelas pada ingatanku. Air mataku selalu mengalir deras mengingat segala kebersamaan yang diciptakan. Meski belum genap 1 tahun, namun rasanya sudah mengenal mereka begitu lama. Aku memaki sambil menangis tatkala kenangan singkat kita juga muncul. Sungguh Tuhan, tidak mengapa. Ucapku berkali-kali. Namun hati terkadang menolak setuju dengan bibir ini. Hatiku berteriak mengucap lelah, dan lelah. Hingga rasanya telinga ini berdengung. Tidak dapat mendengar apapun selain kata pulang. Entah kemana dan kepada siapa aku pulang? Aku bertanya pada hati. Tidak ad...