Postingan

Nonton di Bioskop

Suatu pagi di penghujung Agustus begitu cerah, tetapi badanku terkulai lemah dengan bantal dan guling di sisinya. Kegiatan kemarin membuatku begitu lelah, hingga aku tak kuasa untuk 'melek' sekalipun. Sisa - sisa pegal semalam masih belum seutuhnya hilang. Rasa lapar pun tidak mampu menggugah diriku untuk sekedar mencomot sisa makanan yang ada. Pagi itu, pukul 10.00 WIB. Aku terpaksa menghentikan rasa malasku. Aku teringat bahwa aku tidak boleh mendzalimi diriku, karena aku benci jika sakitku mulai kambuh. Aku beranjak membereskan kamar yang sudah seperti kapal pecah. Seperti biasa, aku membuat sarapan seadanya dengan oatmeal dan beberapa iris buah. Tidak lupa juga aku mencuci baju dan mengganti sprei. Rasa bosan tidak kunjung hilang, meski sudah berkali - kali ku alihkan. Akhirnya aku putuskan untuk scroll Tiktok. Saat itu, ada seorang 'selebtok' sedang mereviu film berjudul "Sayap - Sayap Patah". Banyak yang bilang, ceritanya tidak tertebak, sedih, dan sebag...

Firasat (lagi)

Akhir - akhir ini perasaanku dimulai dengan sebuah hal yang aneh. Ada sesuatu yang tidak bisa dijelaskan, mengapa dan bagaimana, pun dengan apa? Perasaan ini hampir mirip dengan perasaan yang pernah aku temui beberapa tahun yang lalu. Sebuah perasaan kehilangan, namun entah tidak diketahui siapa yang akan pergi. Hari ini, ditemani dengan kerang dan kamu, aku utarakan perasaan ini. Aku tidak tahu harus mengatakannya kepada siapa. Aku hanya bisa menceritakannya kepada orang tertentu saja. Sembari menunggu makanan kami datang, aku mulai menceritakan keganjilan perasaanku. Aku memulainya dengan, "Perasaanku tidak enak, ini seperti sebuah firasat" "Sudah, jangan terlalu dipikirkan. Nanti semuanya kamu kaitkan dengan hal ini", jawabnya. Sebenarnya aku hanya ingin berbagi hal tersebut, tanpa mengaitkan apapun. Aku selalu menyadari semuanya adalah sebuah 'kebetulan' yang hanya diketahui Tuhan jawabannya. Tapi, ya sudahlah. Sepertinya dia kurang tertarik dengan hal t...

The Song

Alunan lagu dari John Mayer berjudul You're Gonna Live Forever in Me menemani Jumatku. Rintik hujan kian menambah syahdu perasaan yang mengalir dalam hati. Entah sudah kali keberapa aku memutar lagu ini, dan tak kunjung bosan. Ada sebuah rasa yang tertinggal dalam hati yang hingga saat ini masih belum bisa aku deteksi jenisnya. Sedihkah? Senangkah? Sakitkah? Aku pun tidak mengetahuinya. Lirik lagu kali ini membuatku termenung beberapa saat. Membuat kilasan - kilasan aneh tentang masa lalu secara acak. Aku tidak ingin mengakui bahwa ini sebuah firasat ataupun 'tanda' lagi. Aku sungguh menolak perasaan aneh ini. Alunan lagu ini, begitu indah. Namun menyiratkan kesedihan yang mendalam. Ironinya, tidak ada sisa penyesalan yang tersirat dalam lagu indah ini. Aku pernah terlampau menggenggam erat rasa yang pernah hadir kala itu. Lalu, tidak lama kemudian, angin membawanya kembali pada sebuah genggaman baru. Aku msih tidak mengerti jika segala hal harus memiliki akhir. Lalu, untuk...

Durian

Durian, namun aku lebih familier dengan menyebutnya 'duren'. Buah yang mengingatkanku dengan aroma dan cita rasa yang sangat menggiurkan diantara banyak jenis buah lainnya. Duren ini juga menarikku sejenak dari kenyataan, untuk menyesapi kembali masa lampau. Kala aku masih seorang anak berumur 7 tahunan. Malam itu terasa hangat. Betapa tidak, orang tua dan kakakku tertawa bersama menikmati malam keberuntungan kami. Kali ini kami sedang berpesta duren. Sebenarnya, agak kurang tepat mengatakan pesta jika duren yang akan jadi santapan utamanya hanya berjumlah tiga buah (utuh). Namun, karena kami berjumlah empat orang saja, rasanya itu cukup untuk membuat kami 'mabuk duren'. Entah darimana Ayah membelinya saat itu. Aku telalu sibuk memperhatikan duren-duren dibelah. Ibu menemani Ayah sembari menata duren-duren yang siap disantap Malam itu, kami menikmati manis dan lezatnya duren yang sangat jarang kami makan ini. Bahkan, di hari ini pun aku tidak dapat mengingat kapan kali ...

Harapan

Aku tak pernah menyadari, betapa tulus cinta itu akan menghampiriku. Aku pikir, sudah tiada lagi kesempatan untuk memahami bahwa cinta itu adalah kebahagiaan. Cinta itu bagaikan harapan yang bukan fana. Tetapi nyatanya, saat itu aku hanya disuguhi luka yang tak berkesudahan dalam cerita kita. Kala itu, rasanya aku sudah tidak akan lagi ingin jatuh ke dalam cinta apapun. Aku sudah tak memercayainya meski barang sekali. Aku sudah tidak ingin menengok kembali nestapa yang pernah singgah begitu lama dalam duniaku. Yang masih bersemayam dalam sukma, dan terkadang lirihnya begitu memekakkan dan energinya membungkus diriku dalam tetes air mata. Kesendirian dan kesunyian itu telah membutakanku. Aku tidak lagi dapat membedakan sebuah ketulusan dengan kepalsuan rasa. Aku akan menganggap segalanya sama, sesuatu yang akan berakhir dengan duka. Dan pikiran pertamaku adalah untuk alasan apa aku menganggapmu berbeda dengan yang lain? Lalu, aku melihatmu tidak meragukanku, barang sekalipun. Kamu mener...