Lelaki Misterius
Belum lama aku mengenalnya kala itu. Aku masih takut-takut untuk mulai menganggapnya teman. Aku rasa, semasa di bangku kuliah, dia cukup cerdas. Aku sedikit minder jika mengingatnya. Pertama kali aku bertegur sapa dengan lelaki itu, tatkala aku memasuki ruang membaca (r:perpustakaan) di kampusku. Tidak sengaja mataku menangkap sesosok lelaki berkacamata sedang tersenyum padaku. Aku sedikit salah tingkah mengetahuinya. Jarang sekali ada yang mengenalku di kampus ini, pikirku. Namun, dia bahkan tidak hanya tersenyum dan memandangku, lalu berlalu. Akan tetapi bertanya : "mau cari skripsi?". Spontan aku hanya menjawab, "iya". Tidak ada lagi percakapan lain. Aku menerka, sepertinya kita berada dalam kecanggungan masing-masing. Setelahnya, lelaki itupun berlalu meninggalkan ruangan dan menyisakan pertanyaan dalam hati kecilku : "bagaimana bisa dia mengenalku?".
Hari pun berlalu sejak pertemuan misterius antara aku dan dia. Sebenarnya ada banyak kesempatan untuk bertegur sapa dengannya, sebab tidak jarang aku dan dia berada dalam kelas matkul (mata kuliah) yang sama. Anehnya, meski begitu, baik aku maupun dia tidak pernah saling membuka pembicaraan. Kita masih saja asik dengan dunia sendiri. Bahkan, aku hanya mengetahui namanya saja. Bukan nama lengkap, hanya panggilan. Azam, itulah dia.
Sepertinya semesta tidak lelah mempertemukanku dengan lelaki misterius ini. Aku tidak ingat, sudah berapa waktu terlewatkan. Tanpa diduga, kami dipertemukan lagi. Tepat pada saat temanku wisuda, aku dan dia kembali berpapasan. Kali ini berbeda dengan sebelumnya yang hanya senyum dan melontarkan pertanyaan singkat. Durasi percakapan kami sedikit mengalami perkembangan. Meski bukan percakapan laiknya nostalgia antara teman lama, tapi bagiku itu suatu hal yang luar biasa. Mengingat, selama perkuliahan jarang dan hampir tidak pernah aku berbicara banyak hal dengan lelaki.
Kala itu, seusai berswafoto merayakan euforia kelulusan sebagai seorang sarjana, aku menemani temanku untuk menunggu jemputan dari keluarganya. Dalam perjalanan dari gedung Graha Cakrawala (gracak), kami menuju sebuah taman yang tidak terlalu ramai. Menarik diri dari kesibukan wisudawan/wisudawati yang bersuka cita memakai toga. Sembari temanku merapikan gift and bouquet-nya, aku melihat-lihat hasil jepretan foto tadi untuk dibagikan dalam instastory dan beranda IG.
Aku melihatnya sedikit kesulitan mencari sesuatu.
Lalu aku bertanya, “Cari apa, Ris?"
“HP”, jawabnya panik.
Bingkisan yang sudah di-packing pun dibongkar kembali. Segalanya ditumpahkan ke tanah. Berharap benda kecil warna pink tersebut nongol. Tapi sayangnya, nihil. Ris pun mengajakku kembali ke setiap sudut tempat yang pernah kita lewati sebelumnya. Bertanya sana-sini, ke teman-teman yang dalam beberapa waktu terakhir ditemuinya. Sampai akhirnya, tanpa disangka, lelaki misterius dan temannya muncul di hadapanku dan Ris.
“Ada apa”, tanya lelaki itu.
Spontan aku menjawab, “HP-nya Ris hilang”.
“Coba dicari lagi ke tempat-tempat sebelumnya yang pernah didatangi tadi, pelan-pelan, ngga usah panik”, katanya menenangkan.
“Tadi udah ke semua tempat, tapi belum nemu”, kataku sambil menatap matanya.
“Mungkin terbawa teman, coba hubungi dulu aja teman-teman yang lain”, balas lelaki misterius itu, masih tenang, dan mampu memberikan aku dan Ris ide untuk mencari kembali HP Ris.
Aku dan Ris kemudian segera pamit kepada lelaki itu dan temannya untuk sekali lagi menghampiri teman-teman Ris berfoto tadi. Aku pun masih berusaha menghubungi teman-teman lain melalui pesan WA. Belum sampai kami di gedung sebelah Gracak, dimana tadi teman-teman pada ramai berkumpul, seorang teman lain menghampiri Ris untuk mengucapkan ‘Selamat’ dan doa-doa baik pada Ris atas gelar barunya. Kemudian menyerahkan gift serta titipan dari teman lainnya. Pada saat itulah, teman Ris juga memberikan benda mungil berwarna pink -sesuatu yang aku dan Ris cari tadi- yang membuat kami berdua bolak-balik kesana-kemari tidak jelas. Lebih tepatnya tidak peduli lagi dengan terik matahari, debu, serta kerongkongan yang kering kerontang.
“Alhamdulillah”, syukur Ris atas kembalinya HP satu-satunya. Digenggamnya erat-erat HPnya tersebut, seolah takut lenyap dari muka bumi ini. Kembali keceriaan menghampiri wajah Ris.
Sepulang dari wisuda Ris, aku pun mengecek notifikasi pesan pada akun FB-ku. Dia memberikan komentar pada foto yang aku publish. Dia masih menanyakan kelanjutan kisah HP Ris yang hilang. Aku bimbang, apakah akan aku balas atau tidak? Mengapa dia sebegitu pedulinya pada kejadian Ris?
Aku mengingat ulang kejadian siang tadi. Sembari memeluk guling kesayanganku, aku memerhatikan lelaki misterius itu berbicara. Mengingat kembali ketenangannya dalam bertutur. Kepeduliannya pada masalah orang lain. Dan betapa, manis senyumnya :)
“Hey, Ci! Apa yang barusan kau katakan???!”, bentak kepalaku. Hatiku hanya tersenyum malu.
Komentar
Posting Komentar